Kristenisasi: Telaah Sejarah dan Perkembangan

Prolog

Kristenisasi memiliki sejarah yang cukup panjang di dunia Islam. Sejarah yang panjang tersebut dipacu oleh ‘‘kebencian’’ yang sudah lama terpendam, sejak kehadiran Islam di tangan Rasulullah SAW. Secara gamblang, kebencian ini direkam oleh Al-Qur’an: ‘‘Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridha kepada kamu, sampai kamu mengikuti millah mereka.’’[1]

Sejatinya, kristenisasi sendiri bagi umat Kristen awal, tidaklah bermakna ‘negatif’. Menurut mereka, kristenisasi adalah: merubah Bani Israil dari komunitas mereka yang materialis, yang menolak dakwa para nabi kepada komunitas Nasrani yang spiritualis, menerima Isa (Yesus) sebagai seorang Mesiah dan nabi yang diutus dari sisi Allah SWT. Mereka juga menerima ajaran-ajaran Yesus yang terimplementasi dalam:

Pertama, mentauhidkan Allah[2] dan membersihkan-Nya dari setiap bentuk kekurangan dan pandangan negatif.

Kedua, menyampaikan kabar gembira tentang mendekatnya ‘‘kerajaan langit’’, yakni ‘‘Hari Kiamat’’.

Ketiga, memperbaharui ajaran (syariat) Musa dalam frame khusus untuk Bani Israil[3].

Keempat, kabar gembira tentang janji – Nabi – yang akan datang setelah Yesus untuk menyelamatkan dunia.[4]

I. Konsep Dakwah dalam Bibel dan Kontradiksi Ayat-ayatnya

Di dalam Bibel disebutkan dengan jelas bahwa dakwah Yesus hanya kepada orang-orang Yahudi (Bani Israil). Di dalam Injil Matius disebutkan: ‘‘Kemudian Yesus meninggalkan kota itu dan pergi ke daerah dekat Tirus dan Sidon. Seorang wanita Kanaan dari daerah itu, datang kepada Yesus sambil berseru, ‘‘Anak Daud, kasihanilah saya! Anak perempuan saya kemasukan roh jahat. Keadaannya sangat parah.’’ Yesus tidak menjawab wanita itu sama sekali. Lalu pengikut-pengikut Yesus datang kepada-Nya dan memohon, ‘‘Pak, suruh wanita itu pergi. Dia hanya ribut-ribut saja di belakang kita!’’ Yesus menjawab, ‘‘Aku diutus hanya kepada bangsa Israel, khususunya kepada mereka yang sesat. ’’ Wanita itu datang lalu sujud di hadapan Yesus dan berdoa, ‘‘Tolonglah saya, Tuan.’’ Yesus menjawab, ‘‘Tidak baik mengambil makanan anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.’’ ‘‘Benar, Tuan’’, jawab wanita itu, ‘‘tetapi anjing pun memakan sisa-sisa yang jatuh dari meja tuannya.’’ Lalu Yesus berkata kepadany, ‘‘Ibu, sungguh besar imanmu! Biarlah terjadi apa yang kau inginkan!’’ Pada saat itu juga wanita itu sembuh.[5]

Cerita di atas menggambarkan bahwa dakwah Yesus benar-benar dakwah lokal, khusus kepada ‘domba-domba tersesat dari Bani Israel’.

Dalam tempat yang lain, Injil menjelaskan, ‘‘Kedua belas rasul itu kemudian diutus oleh Yesus dengan mendapat petunjuk ini, ‘‘Janganlah pergi ke daerah orang-orang yang bukan Yahudi. Jangan pula ke kota-kota orang Samaria. Tetapi pergilah kepada orang-orang Israel, khususnya kepada mereka yang tersesat.’’[6] Tetapi, ayat Injil Matius ini kontradiktif dengan ayat Injil Yohanes 4: 7-42. Karena Yesus ternyata masuk ke kota Samaria. Di kota itu, Yesus melihat seorang wanita Samaria sedang menimba air. Yesus kemudian bertanya kepadanya, ‘‘Bu, boleh aku minum?’’ Wanita itu menjawab, ‘‘Tuan orang Yahudi, saya orang Samaria; mengapa tuan minta minum dari saya?’’[7]

Juga, kontradiksi yang sangat kentara ditemukan ketika Yesus menyuruh para muridnya untuk ‘membaptis’ seluruh bangsa di dunia atas nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.[8]

II. Paulus dan Konsep Trinitas

Konsep yang diberikan Paulus (Saul) tentang ‘‘monotheisme’’ menjadi ‘‘Trinitas’’ telah menjadi perubahan besar dalam konsep dakwah Kristen. Dari dakwah lokal menjadi global dalam satu prinsip penting: pembaptisan atas nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Segi tiga oknum ketuhanan ini menjadi pilar penting kompas propaganda Kristen yang hadir belakangan, di bawah tangan Paulus si Yahudi.

Menurut Muhammad Quthb, posisi Paulus dalam Kristen sama dengan Ibnu Saba’ dalam Islam. Ibnu Saba’ masuk Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam, begitu juga dengan Paulus, dia masuk Kristen untuk menghancurkannya dari dalam.[9]

Di tangan Paulus lah Kristen keluar dari frame awalnya. Dengan sangat licik, dia mengklaim bahwa ajaran Yesus hanya dapat dipahami lewat ‘ilham’ (inspiration). Padahal, para murid Yesus sendiri tidak ada satupun yang memahami ajaran beliau dengan cara seperti itu, karena ajarannya ‘‘jelas’’, tidak membutuhkan ilham dan segala macam dogma yang diajarkan Paulus. Klaim ilham ini memang diakui sendiri oleh Paulus.[10]

Dalam suratnya kepada penduduk Efesus, dia menjelaskan, ‘‘Di antara seluruh umat Allah, akulah yang paling hina. Namun Allah memberikan kepadaku karunia ini: tugas untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi Kabar Baik mengenai kekayaan Kristus yang tidak ada habisnya; dan juga supaya melalui aku semua orang tahu bagaimana Allah, pencipta alam semesta ini, melaksanakan rencana-Nya yang sejak dahulu kala dirahasiakan kepada dunia.’’[11]

Berbagai dogma yang diajarkan Paulus – yang seluruhnya irasional – membawa konsekuensi kepada penulis Injil kembali. Injil yang diyakini berjumlah empat – yang dianggap standar – harus ditambah dengan 12 surat hasil rekaanny. Luar biasa! Meskipun pada konsili Nicea (325 M) Injil yang diakui hanya empat buah, tetapi Roma harus menerima juga surat-surat kiriman Paulus ke berbagai daerah sebagai Injil juga. Akhirnya, surat-suratnya dianggap dan dimasukkan ke dalam daftar Perjanjian Baru (Injil).

III. Sejarah Kristenisasi

Masuknya agama Kristen ke Jazirah Arabia sebelum kedatangan Paulus dan sebelum datangnya Islam, disandarkan kepada dua sumber:

Pertama, gerakan Nestorian (al-harakah al-nisthûriyah). Gerakan ini masuk ke Jazirah Arabia melalui Persia. Nestorius, yang dinisbatkan kepadanya Nestorian, adalah pemimpin gereka setelah terjadi perpecahan alirannya. Ia kemudian menyebarkan ajarannya di Siria dan mendapat sambutan yang cukup besar di negerinya. Akhirnya, Kristen menyebar ke Timur, lewat jalur Persia dan negara-negara yang berada di belakang dua sungai: Eufrat dan Tigris, hingga pengaruhnya sampai ke Jazirah Arabia.

Kedua, lewat jalur al-Ahbâsy (orang-orang Habasyah/Ethiopia) yang menguasai sebelah selatan Jazirah Arabia dan memerintahnya sebelum kedatangan Islam. Agama Kristen masuk ke sebelah selatan Jazirah Arabia lewat Habasyah. Dapat dikuatkan bahwa persentuhan awal sebelah selatan Jazirah Arabia dengan agama Kristen terjadi hingga tahun 356 M. Setelah itu, tibalah peranan perang Salib, yang disebut sebagai ‘‘perang suci’’, dimana orang-orang Kristen berkeyakinan bahwa iman dibangun di atas kekuatan untuk membelanya.[12]

Sejatinya, gerakan Kristenisasi sudah dimulai sejak zaman Dinasti Umayyah. Motif awalnya adalah untuk menghancurkan Al-Qur’an, karena sejak turunnya, Al-Qur’an sudah mengkritik dogma Kristen habis-habisan. Gerakan ini dimulai di timur (al-Syarq). Gerakan ini disebut oleh Dr. ‘Abd al-Râdhî ‘Abd al-Muhsin sebagai ‘‘dialektika kristenisasi’’ (al-jadal al-tanshîrî). Al-jadal al-tanshîrî ini dapat dirunut ke dalam beberapa fase:

Pertama, fase individual. Fase ini didalangi oleh beberapa orang, di antaranya:

(1) John of Damascus (hannâ al-Dimasyqî). Usaha John itu adalah: (1) Menanamkan keraguan bahwa Islam adalah perpanjangan dari hanifiyah Ibrahim. Oleh karenanya umat Islam dipandang kotor, sehingga disebut sebagai Saracen – gelar untuk menjauhkan umat Islam, yang bermakna: orang-orang yang dijauhkan oleh Sara secara terhina; (2) Memberikan citra bahwa Islam menyerukan Masih Dajjal; (3) Menjadikan Rasulullah SAW. sebagai seorang pengikut Arius dan pengikut aliran Nestorius; (4) Membatasi apa yang dibawa oleh Nabi SAW. hanya pada dua hal: (a) Pengetahuannya dangkal. Nilainya lebih rendah daru dua Perjanjian (Lama dan Baru), yang didapati oleh Nabi SAW. secara kebetulan; (b) Segala yang diajarkan Nabi SAW. berasal dari rahib Buhaira; dan (5) Al-Qur’an adalah hasil dari mimpi-mimpi yang muncul di alam sadar, karena Rasul SAW. memperolehnya ketika beliau sedang tidur.

(2) Theodore Abu Qurah. Ia merupakan penerus John of Damascus. Ia menganggap Nabi SAW. sebagai seorang nabi Arius palsu.

(3) Parshou Lomyou al-Rahâwî. Ia menyatakan bahwa Nabi SAW. memperoleh Al-Qur’an dari seorang pendeta Nestorius.

(4) ‘Abd al-Masih al-Kindi. Ia merupakan seorang pegawai di masa pemerintahan al-Ma’mûn. Ia menulis satu bantahan terhadap surat al-Hasyimî yang mengajaknya untuk memeluk Islam.

(5) Paulus dari Antokia. Disebutkan bahwa dia adalah salah seorang uskup Siria. Mengklaim kebenaran Kristen dan menyatakan bahwa dunia tidak membutuhkan Al-Qur’an. Alasannya: karena Taurat membawa syariat keadilan dan Injil datang membawa syariat keutamaan. Maka tidak ada hal baru – setelah keduanya – yang dibutuhkan oleh manusia.

(6) Ibnu Kamouna al-Yahûdî. Ia dianggap seorang pendebat Yahudi awal terhadap Al-Qur’an. Dialektikanya ia tuankan dalam satu bukunya yang berjudul Tanqîh al-Abhâts li al-Milal al-Tsalâts. Dalam bukunya tersebut dia menulis satu pasal mengenai Al-Qur’an dan menuangkan 15 bentuk ‘interupsi’ terhadap Al-Qur’an, tiga diantaranya berkenaan dengan otentitsitas Al-Qur’an: (a) Kenapa tidak boleh bahwa Al-Qur’an itu diturunkan kepada seorang nabi lain yang awalnya mengajak Muhammad kepada agamanya dan kepada kitabnya (Al-Qur’an versi dia), lalu Muhammad mengambilnya dan – setelah itu – membunuhnya; (b) Ada kemungkinan bahwa Muhammad telah menelaah kitab-kitab yang datang sebelumnya atau mendengarnya, lalu ia memilih apa yang terbaik dari kitab-kitab tersebut, kemudian merangkai satu bagian ke dalam bagian yang lain; dan (c) Bagaimana mungkin ditolak bahwa dia telah mendengarnya (Al-Qur’an) dari orang lain, padahal dia telah bepergian ke Syam sebanyak dua kali, sebelum dia mengaku sebagai nabi. Dan Syam merupakan kerajaan Ahli Kitab. Juga, menurutnya, di tanah Arab ada kelompok Ahli Kitab, maka tidak dapat dinafikan bahwa dia telah mendengarnya dari mereka.

Fase kedua, dialektika Byzantium. Orang-orang Byzantium adalah yang pertama kali – daripada orang-orang Eropa – yang menulis dalam menentang Al-Qur’an dan Islam. Serangan paling besar adalah apa yang dilakukan oleh imperium Byzantium, Jan Centa Couzin di dalam dua bukunya: (1) Dhidda Tamjîd al-Millah al-Muhammadiyah, dan (2) Dhidda Shalawât wa al-Tarâtîl al-Muhammadiyah. Serangan dilakukan dalam bahasa Yunani.

Fase ketiga, fase Andalusia. Andalusia adalah masa keemasan ilmiah dan peradaban dalam berbagai hal. Di dalamnya kemudian ‘muncul’ suara kebebasan beragama dan dialog seputar agama-agama dan keyakinan. Para missionaris di sana kemudian memanfaatkan kondisi ini dan banyak mengeluarkan tulisan-tulisan yang menyerang Islam. Lalu, usaha mereka ini dibalasa oleh ulama-ulama Islam, seperti Ibnu Hazm, al-Qurthubi, Abu al-Walîd al-Bâjî, dst.

Fase keempat, fase perang Salib (491 H – 690 H/1089 M – 1291 M). Perang Salib ini dipicu oleh Paulus Urbanus II di Clermont – Ferrand, Perancis. Perang yang terjadi selama 2 abad ini adalah untuk menghancurkan Islam. Masa itu dianggap oleh para missionaris sebagai masa yang paling indah di seluruh abad pertengahan. Tokoh-tokoh kunci dalam fase ini adalah: Petrus Venerabilis (1092 – 1156 M), Roger Bacon, pendeta dari Francisco (1214 – 1294), William al-Tharâbulsî (1273 M), dan Raymond Martini (1220 – 1284).

Fase kelima, fase kristenisasi lewat lembaga. Pahlawan fase ini adalah Raymond Lull. Cita-cita hidupnya adalah ‘‘menghancurkan Islam’’. Ia menghabiskan usianya untuk mengkristenkan umat Islam. Untuk merealisasikan cita-citanya tersebut, dia menempuh dua cara. Pertama, usaha individual, yang dilakukan lewat menulis buku-buku kontra Islam dan Al-Qur’an. Kedua, cara yang terlembaga, yakni meyakinkan raja Maurica untuk membangun institut Holy Trinity: untuk mempersiapkan para missionaris dalam melawan Islam.[13]

IV. Epilog

Demikian sedikit uraian seputar sejarah Kristenisasi. Sekarang, gerakan kristenisasi ini sudah demikian meluas. Tidak hanya terjadi di Timur Tengah, tetapi sudah menjamah negara-negara ketiga lainnya, terutama Indonesia. Di Indonesia sendiri, gerakan ini telah ada sewaktu dengan hadirnya penjajahn Belanda (kolonialisme). Inti dari itu semua adalah: menamkan keraguan di dalam hati umat Islam terhadap Islam dan Al-Qur’an. Apapun motif dan caranya, tujuan utamanya tidak lari dari dua hal tersebut. Maka, waspadailah gerakan ini! [] Wallâu a‘lamu bi al-shawâb. Cairo, Juli 23, 2006.

--------------------

Makalah yang disampaikan dalam acara ‘‘Ngobrol Bareng’’ di http://communityradio.de, Sabtu, 22 Juli 2006.

[1] Qs. Al-Baqarah (2): 120.

[2] Tentang ini, nabi Isa banyak sekali menerangkan ajaran-ajaranya di dalam Al-Qur’an. Misalnya, ‘‘Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.’’ (Qs. Ali ‘Imrân (3): 51). Dalam hal ini, nabi Isa tidak menamakan dirinya sebagai Tuhan, tetapi menganggap bahwa Tuhan adalah Allah, untuk dirinya dan untuk umatnya.

[3] ‘‘Janganlah menganggap bahwa Aku datang untuk menghapus hukum Musa dan ajaran para nabi. Aku datang bukan untuk menghapuskannya, tetapi untuk menggenapinya. Ingatlah! Selama langit dan bumi masih ada, satu huruf atau satu noktahpun di dalam hukum itu tidak akan dihapuskan, sampai semuanya terjadi. Oleh karena itu, barangsiapa yang melanggar salah satu perintah-perintah itu, sekalipun yang terkecil, dan mengajar orang lain berbuat begitu pula, akan menjadi yang paling kecil di antara umat Allah. Sebaliknya, barangsiapa yang menjalankan perintah-perintah itu dan mengajar orang lain berbuat begitu juga, akan menjadi besar di antara umat Allah.’’ (Matius 5: 17-19).

[4] Hal ini dengan sangat jelas disebutkan di dalam Injil Yohanes 14: 15-18: ‘‘Kalau kalian mengasihi Aku, kalian akan menjalankan perintah-Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu Penolong yang lain, yang akan tinggal bersama kalian untuk selama-lamanya. Dia itulah Roh Allah yang akan menyatakan kebenaran tentang Allah. Dunia tak dapat menerima Dia, karena tidak melihat atau mengenal-Nya. Tetap kalian mengenal Dia, karena Ia tinggal bersama kalian dan akan bersatu dengan kalian. Kalian tak akan Kutinggalkan sendirian sebagai anak yatim piatu. Aku akan kembali kepadamu.’’ Bagi umat Kristen, Penolong yang lain adalah ‘‘Roh Kudus’’, meskipun tidak tetap bahkan salah. Dan bagi umat Islam, Penolong yang lain itu adalah Nabi Muhammad SAW. Tentang penjelasan ‘‘Penolong yang lain’’ dapat di baca dalam: (1) Ahmed Deedat, The Choice: Islam and Christianity, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), (2) ‘Abd al-Wahhâb ‘Abd al-Salâm Thawîlah, Bisyârât al-Anbiyâ’ bi Muhammad SAW., (Cairo: Dâr al-Salâm, cet. II, 2005).

[5] Matius 15: 21-18.

[6] Matius 10: 5-6.

[7] Di dalam Alkitab: Kabar Baik di Zaman Baru dijelaskan – di dalam tanda kurung (…) – bahwa memang tidak ada hubungan Yahudi dengan orang-orang Samari. Bahkan dalam foot-note (halaman 176, bagian Perjanjian Baru) dijelaskan bahwa ‘‘orang-orang Yahudi tidak ada hubungan dengan orang Samaria: atau orang Yahudi tidak mau memakai cangkir dan mangkuk yang dipakai oleh orang Samaria’’ Lihat: Alkitab: Kabar Baik di Zaman Baru, (Jakarta, Lembaga Alkitab Indonesia, 2002), hlm. 176..

[8] Matius 28: 18.

[9] Lihat: Muhammad Quthb, al-‘Almâniyûn wa al-Islâm, (Cairo: Dâr al-Syurûq, cet. II, 2005), hlm. 7-10.

[10] Lihat ajarannya tentang dogma kebangkitan Yesus dihidupkan kembali dari kematian dan perihal manusia dihidupkan kembali dari kematian dalam I Korintus 15: 2-30.

[11] Efesus 3: 8-9.

[12] Dr. Ali Ali Ali Syâhîn, al-I‘lâm limâ Jâ’a min Radd ‘alâ al-Mustasyriq Gregase Sal (diktat kuliah di Universitas Al-Azhar), tanpa tahun), hlm. 21-22.

[13] Lihat: Dr. ‘Abd al-Râdhî ‘Abd al-Muhsin, al-Ghârah ‘alâ al-Qur’ân, (Cairo: Dâr Qubbâ’ li al-Thibâ‘ah wa al-Nasyr wa al-Tawzî‘, 2000), hlm. 24-35.

 

Sumber : http://qosim.multiply.com/journal/item/80/Kristenisasi_Telaah_Sejarah_dan_Perkembangan

0 comments: